Jumat, Desember 27, 2013

Wahai para CEO, CTO, CFO, Mana Eksistensimu di Social Media?

Wahai para CEO, CTO, CFO, Mana Eksistensimu di Social Media?



SETIAP kali berada dalam sebuah forum, yang di dalamnya banyak yang berjabatan Dirut, CEO, CTO, CFO dan direktur lain dari perusahaan-perusahaan besar, saya sulit menemukan yang memiliki akun di Facebook atau/dan Twitter. Ada beberapa direktur marketing atau sales yang memilikinya. Barangkali, karena direktur marketing/sales relatif lebih memahami tren marketing yang kini sedang heboh dengan social media, dan terkena imbasnya secara langsung.
Eksekutif puncak di bidang marketing dan sales setidaknya sudah menerapkan strategi social media meski secara terbatas di perusahaanya, sehingga mereka pun terpaksa membuka akun di beberapa social media. Namun, jika ditelisik, akun media social para direktur marketing pun tak semuanya aktif. Mereka masih kuat berada di budaya komunikasi verbal dan email.
Sebaliknya, di forum-forum Usaha Kecil Menengah (UKM), saya dengan mudah menemukan para pengusaha dan CEO, yang punya akun di social media dengan tingkat keaktifan cukup tinggi, paling tidak di Twitter dan Facebook. Bahkan beberapa aktif menulis di blog.

Para pengusaha dan direksi perusahaan kecil menenangah memang lebih mudah mengadopsi tren marketing dan teknologi baru baik untuk kepentingan pribadi maupun perusahaan. Maklumlah, organisasi mereka sangat sederhana, tidak sebesar dan serumit perusahaan besar yang karyawannya ratusan/ribuan orang. Dan, pengusaha UKM jaman sekarang kebanyakan anak-anak muda yang maniak gadget dan sudah berbudaya online.

Belum ada riset yang menggambarkan berapa persen eksekutif puncak perusahaan-perusahaan besar yang mengadopsi social media baik untuk kebutuhan pribadi maupun perusahaan di Indonesia. Namun saya duga sangat kecil angkanya. Saya mengenal berapa diantaranya, seperti Paulus Bambang WS, salah satu eksekutif puncak Astra Group atau Joseph Bataona, direktur
Bank Danamon, yang aktif menulis di blog dan di Twitter.

Meski demikian, ada studi menarik yang dilakukan IBM terhadap 1.900 eksekutif perusahaan di 64 negara, dari level manager hingga CEO, bagaimana mereka memanfaatkan social media baik untuk personal maupun perusahaan. 16% dari semua CEO yang diwawancarai IBM mengatakan, social media adalah media yang paling banyak digunakan untuk berkomunikasi dan berkolaborasi dengan konsumen. Social medi lebih sering digunakan untuk berkomunikasi dengan konsumen dibanding situs web, channel partner, call center, dan media tradisional. Namun para CEO itu mengakui, dalam hal berkomunikasi dengan konsumennya, mereka lebih sering  via pertemuan tatap muka.

Bagi para eksekutif puncak yang aktif terjun di social media, bahkan jika terbatas sebagai pribadi pun, akan merasakan betul betapa besar manfaatnya untuk berkomunikasi. Bahkan, bonusnya luar biasa: mendapatkan customer insight. Akun Twitter Direktur Micro & Retail  Direktur Micro & Retail Banking, Budi G. Sadikin, misalnya, sering mendapat mention dari pelanggan Bank Mandiri untuk berbagai kebutuhan, termasuk keluhan. Dengan mention-mention pelanggan itulah, ia lebih memahami insight secara langsung, sebagai pelengkap insight yang diberikan timnya.

Menariknya, insight pelanggan di social media ini bersifat real time, sehingga jika ada potensi masalah, sebagai direktur perusahaan bank BUMN terbesar di negeri ini Budi Sadikin  bisa tahu lebih awal sebelum dilapori timnya.
Para CEO menyadari, social media telah dan akan terus mengubah cara mereka berbisnis, terutama  cara berkolaborasi dengan konsumen.

Namun, konsumen bukan satu-satunya alasan para CEO menggunakan social media. Alasan kedua, yang juga penting adalah berkomunikasi dengan karyawan. Kebanyakan CEO perusahaan besar saat ini adalah generasi pengguna email. Sebaliknya, karyawan yang muda-muda adalah generasi pengguna social media. Data di berbagai negara menunjukan, social media didominasi anak-anak muda. Di Indonesia misalnya, Facebook dikuasai oleh pengguna berusia 17-35 tahun.

Tentu saja, cara berkomunikasi dengan konsumen dan karyawan tak bisa disamakan. Banyak hal yang khusus untuk karyawan dan tak boleh keluar ke publik. Itu sebabnya, CEO perlu menggunakan intranet yang bersifat tertutup hanya untuk karyawan perusahaan. Di intranet inilah suara karyawan dari perusahaan besar, yang jumlahnya ribuan orang dan tersebar di seluruh Indonesia, akan tersalurkan.

Jika di social media yang bersifat terbuka untuk konsumen seperti Twitter dan Facebook para CEO bisa mendapatkan insight pelanggan, maka di intranet yang dikelola dengan baik para CEO bisa mendapatkan insight karyawan. Sama seperti pelanggan, karyawan pun perlu berkomunikasi dengan atasannya, yang sulit ditemui secara langsung seperti CEO. Bagi perusahaan kecil, berkomunikasi langsung dengan bos relatif mudah. Tapi bagi karyawan yang tersebar di segala penjuru, berbicara langsung dengan CEO sangat sulit. Intranetlah medium yang aman, cepat dan terdokumentasi dengan baik.
Alasan ketiga para CEO menggunakan social media adalah berkomunikasi dan berkolaborasi dengan mitra bisnis agar mendorong inovasi bisnis dengan para mitra bisnisnya.

Nah, para CEO yang sadar social media ini lalu membuka akun di social media sesuai dengan tiga target audience di atas. Untuk  Indonesia saat ini, Twitter dan Facebooklah yang dilengkapi bloglah yang paling pas bagi CEO perusahaan besar untuk berkomunikasi dengan konsumen. Khusus untuk komunikasi dengan karyawan dan mitra bisnis yang bersifat tertutup, perlu menggunakan media yang tertutup juga seperti intranet, yang hanya bisa diakses oleh karyawan atau mitra bisnis yang terdaftar.

Para CEO yang sadar betul betapa pentingnya peran social media untuk merangkul konsumen saat ini memang “baru” 16%. Namun dalam lima tahun ke depan, menurut studi IBM itu, prosentase para CEO yang akan mengadopsi social media baik untuk kebutuhan pribadi maupun perusahaan, naik tiga kali lipat dari 16% saat ini menjadi 57%.

Nah, anda para CEO yang belum menggunakan social media, kapan memanfaatkan media  paling hot untuk berkomunikasi dengan pelanggan, mitra bisnis dan karyawan ini baik sebagai pribadi maupun eksekutif puncak perusahaan?

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More